Latest Post

Pengertian Dhabith

Written By Usep Mujani on Minggu, 15 November 2009 | 06.35

Dhabit menurut lughat adalah "orang yang mengetahui dengan baik apa yang diriwayatkan, selalu berhati-hati, di hafal riwayatnya apabila ia meriwayatkan dari hafalannya, menjaga dengan sungguh-sungguh kitabnya apabila ia meriwayatkan dari kitabnya dan mengetahui mana yang bisa membiaskan makna suatu riwayat dari maksudnya apabila ia meriwayatkan dengan ma'na".

Dhabit menurut istilah adalah, perhatian yang penuh seorang perawi terhadap apa-apa yang didengarnya ketika ia menerima sebuah riwayat serta memahami apa yang didengarnya itu hingga ia menyampaikanya kepada orang lain.

Dhabith terbagi dua :
Pertama, Dhabit Shudur, yakni mampu menghapal dengan baik.
Kedua, Dhabit Kitab, yakni memelihara kitabnya dengan baik dari apapun yang dapat mengurangi kualitas sebuah kitab, baik sebatas sisipan atu sebagiannya.

Definisi 'adil

Ta'rif adil (definisi) :
'Adil menurut lughat, ialah : mardhi, maqbulusy syahada "orang yang diterima kesaksiannya".
Mengenai istilah, para ulama mempunyai beberapa pendapat diantaranya : "orang yang adil itu, ialah : orang yang berkumpul padanya beberapa ketentuan ini".
Pertama, Islam
Kedua, Taklif (sudah mukallaf)
Ketiga, Menjaga dari sebab-sebab kefasekan dan merusak muru'ah.

Dengan kata lain, 'adil adalah suatu sifat yang tersimpan dan terhujam pada diri seseorang yang menyebakan orang yang mempunyai 'adallah itu tetap taqwa dan memelihara muru'ah yang menyebabkan timbul kepercayaan kita kepadanya dan haruslah dia menjauhkan diri dari dosa-dosa besar.

Dalam masalah riwayat, tidak diharuskan orang itu laki-laki dan merdeka, oleh sebab itu, riwayat wanita dan budak pun sah untuk diterima. Namun, konteks adil dalam periwayatan, berbeda halnya dengan orang 'adil dalam persaksian (syahadah).

Sebab disebutkan berulang-ulang Sebuah Hadits dalam Satu Kitab

Written By Usep Mujani on Jumat, 13 November 2009 | 10.58

Didalam Muqaddimah Fathul Bari, Al-hafidz menerangkan tentang sebabnya Al-Bukhari meriwayatkan Hadits terpotong-potong, meringkasnya dan mengulanginya dalam beberapa bab.

Pertama, Imam Bukhari meriwayatkan suatu Hadits dari seorang sahabat, kemudian meriwayatkan Hadits itu kembali dari Sahabat yang lain (beda sanad). Supaya Hadits itu tidak dianggap Gharib.

Kedua, Imam bukhari memsahihkan Hadits atas daras qaidah ini, yaitu tiap-tiap hadits melengkapi beberapa Ma'na yang berlainan, karenanya hadits itu diriwayatkan lagi dalam bab lain melalui jalan lain pula.

Ketiga, ada Hadits yang oleh sebagian perawi diriwayatkan secara sempurna. Maka Imam Bukhari meriwayatkan Hadits tersebut secara ringkas dan secara sempurna untuk menghilangkan Syubhat dari penukil-penukilnya.

Keempat, ada Hadits-hadits yang lafadz-lafadznya berbeda antara seorang perawi dengan perawi yang lain. Maka Imam Bukhari meriwayatkan semuanya, masing-masing menurut lafadznya sendiri, asalkan sanadnya sahih menurut syarat Imam Bukhari dan untuk tiap-tiap lafadz dibuat bab sendiri-sendiri.

Kelima, ada hadits-hadits yang kadang-kadang diwashalkan oleh sebagian perawi, sedangkan sebagian yang lain mengirsalkannya, dan hadits itu menurut Imam Bukhari adalah maushul dan dipeganginya. Namun demikian disebut juga yang mursal dengan memberi pengertian bahwa kemursalannya tidak memberi berkas apa-apa.

Keenam, ada Hadits-hadits yang oleh sebagian perawi diriwayatkan secara mauquf sedangkan oleh sebagian yang lain diriwayatkan secara marfu'. Maka Imam Bukhari memandang bahwa marfu'lah yang lebih kuat. Tapi kedua macam ini tetap diriwayatkannya.

Ketujuh, ada hadits yang oleh sebagian perawi ditambah seorang perawi didalam sanad, sedangkan sebagian yang lain tidak disebutkan yang ditambahkan itu. Maka Imam Bukhari menyebutkan kedua macamnya, apabila keduanya dipandang shahih, yakni si perawi itu mendengar sekali dari temannya yang mendengar dari guru dan pada lain waktu ia mendengar langsung.

Kedelapan, kadang-kadang suatu Hadits diriwayatkan secara 'ammah, kemudian Imam Bukhari meriwayatkan hadits itu dari jalan yang lain yang menegaskan, bahwa perawi itu benar-benar mendengar hadits tersebut dari para perawi lain

Ikhtilaf Ulama Tentang Meriwayatkan Hadits dengan Makna

Para ulama sependapat menetapkan, bahwa seorang perawi yang tidak mempunyai ilmu yang dalam mengenai lafadh-lafadh hadits, madlul-madlulnya dan maksud-maksudnya, dan tidak mempunyai pengetahuan tentang kadar-kadar perbedaan, tidak boleh meriwayatkan hadits dengan Makna, wajiblah ia menyampaikannya persis seperti lafadh yang ia dengar dengan tidak memotong sekalimat pun dan tidak mengganti lafadnya. Demikian menurut pendapadat Ibnu Shalah dan Annawawi.
Namun mengenai yang telah cakap dalam hal-hal tersebut, para ulama berselisih paham atas beberapa pendapat :

1. "Tidak Boleh"
Inilah pendapat segolongan Ulama Hadits, Fuqaha dan Ushuliyin.
Diantara yang tidak membolehkan :
- Ibnu Sirin
- Tsa'lab
- Abu Bakar Arrazi
Menurut mereka, perawi itu harus meriwayatkan persis sebagai lafadz yang ia dengar.

2. "Boleh" jika yang diriwayatkan bukan Hadits Marfu' dan "Tidak Boleh" jika hadits Marfu"
Pendapat ini disampaikan oleh Imam Malik menurut nukilan Alkhalil ibnu Ahmad dan Albaihaqi dalam kitab Al-Madkhal.

3. "Boleh" apabila diyakini bahwa hadits itu semakna dengan lafadz yang didengar.
Inilah yang ditunjukan oleh sikap sahabat dan ulama salaf, mereka sering kali meriwayatkan suatu riwayat dengan bermacam lafadz. Pendapat ini ditegaskan oleh Ibnu Hajar Assqalani.

4."Boleh" jika si perawi tidak ingat lagi akan lafadz yang ia telah dengar. Inilah Pendapat Al-Mawardi (Tadribur Rawi, hal 312)

5. Boleh mengganti lafadz, asalkan memakai lafadz yang muradhif dengannya.

6. Boleh jika hadits itu mengenai ilmu, seperti i'tiqad. Jika mengenai amal, tidak dibolehkan.

Namun menurut ibnu arabi dalam kitab ahkamul Quran, bahwa Khilaf yang disebutkan tadi hanya berlaku pada masa sahabat saja. Adapun bagi selain sahabat sudah jelas tidak dibolehkannya mereka mengganti lafadz satu dengan lafadz yang lain walaupun semakna.
Terakhir, Khilaf itu tidak berlaku pada tiga perkara, yaitu :
Pertama, pada lafadz-lafadz yang terdapat unsur ibadah didalamnya. Misal, lafadz Tassyahud, qunut dll. (ditukil dari pendapat Imam Azzarkasi)
Kedua, pada lafadz-lafadz Jawami'ul Kalim.
Ketiga, pada lafadz yang digunakan sebagai dalil bagi suatu hukum lughah, terkecuali kalau lafadz yang menggantikan dapat memberi hukum serupa dengan yang digantikan.

Ikhtilaf Ulama Tentang Sifat-sifat meriwayatkan Hadits

Para ulama dalam masalah ini terbagi atas beberapa golongan :

1. Golongan Mutasyaddidin
Golongan Mutasyaddidin, tidak membenarkan seseorang meriwayatkan selain dari yang hafal dan yang masih ingat benar.
Diantara Ulama-ulama besar yang berpendapat demikian yaitu, Abu Hanifah, Ahmad, Malik ibn Anas, Abu Bakar Ashaidalani Asyafii.
Jumhur ulama tidak sependapat dengan tokoh-tokoh ini, hampir sebagian dari perawi-perawi hadits sahih tidak menghafal riwayat-riwayatnya.

2. Golongan Mutasahilin
Golongan Mutasahilin membenarkan kita berpegang kepada tulisan, walaupun belum ada syarat-syarat yang diperlukan, yakni belum disesuaikan dengan naskah asli. Diantara ulama-ulama Muthasilin yang berpendapat demikian ibnu lahi'ah.

3. Golongan Mutawasithin
Golongan Mutawasithin, membolehkan kita meriwayatkan apa yang kita dengar sendiri, atau kita ambil dari kitab yang kita pelajari pada seorang guru, walaupun kita tidak dapat menghafal riwayat-riwayat kita itu.

Cabang-cabang Ilmu Al-quran

Written By Usep Mujani on Senin, 02 November 2009 | 00.14




Jika ingin membaca artikel yang bersangkutan, silahkan klik!

1. Ilmu Asbabun Nuzul
2. Ilmu al-Makkiyah wal Madaniyah
3. Ilmu Qiraat
4. Ilmu Nasikh wal Mansukh
5. Ilmu Rasmul Qurani
6. Ilmu Muhkam wal Mutasyabih
7. Ilmu Amm wa Khass
8. Ilmu Mutlaq wa Muqayyad
9. Ilmu Mantuq wa Mafhum
10. I'jaz al-Quran
11. Ilmu Amsalut Quran
12. Ilmu Qasam-Qasam Quran
13. Ilmu Jadal pil Quran
14. Ilmu Kisah-kisah Quran
15. Ilmu Tarjim pil Quran
16. Ilmu Tafsir wa Ta'wil

**cabang-cabang ilmu quran ditukil dari :
1. Studi Ilmu-ilmu Quran (Manna Khalil al-Qattan)
2. Membahas Ilmu-ilmu Al-Quran (Dr. Subhi Asshalih)

Cabang-cabang Ilmu Hadits

Written By Usep Mujani on Minggu, 01 November 2009 | 20.57



untuk membaca artikel yang bersangkutan. Silahkan klik saja!! 
1. Ilmu Rijal al-Hadits
2. Tarikh Arruwah
3. Ilmu al-Jarh wa at-Ta'dil
4. Ilmu 'ilal al-Hadits
5. Ilmu Asbab Wurud al-Hadits
6. Ilmu Gharib al-Hadits
7. Ilmu Mukhtalif al-Hadits
8. Ilmu Nasikh wa Mansukh
9. Ilmu Tashif wa at-Tahrif

Label 1

Label 2

Iranian President Mahmoud Ahmadinejad will seek support from Latin America's leftist leaders on a tour starting....... Read Full Post
1 2 3 4 5 6

Label 3

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kajian Tafsir Hadits - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger